1.
Canang Sari
Dalam upacara agama Hindu di Bali canang
sari adalah merupakan inti dari banten, karena bagai manapun besarnya banten
kalau tidak berisi canang sari maka benten itu disebut sebel (kotor) artinya canang sari merupakan
kesempurnaan dari sebuah banten. Melihat bentuknya canang sari itu menyerupai
susunan lingga yaitu dasar dari segi
empat, lapisan atasnya segi delapan dan dipuncaknya bundar dan dihiasi dengan bunga
beraneka warna.
Bunga dalam pandangan agama Hindu adalah alat menyampaikan rasa baik rasa
sedih, simpati/ cinta. Dalam masyarakat sering didengar kata-kata “yadiastun tusing ngidang ngae banten gede
bates canang atanding ngidang ngaturang masih dadi”. Maksudnya meski tidak
bisa membuat sesajen besar kalau sudah membuat canang sudah cukup.
Inti dari canang sari adalah porosan yang terbuat dari tiga unsure utama yaitu Pinang,
sirih dan kapur/ sedah. Dalam lontar Yadnya Prakerti pinang, sirih dan kapur
adalah lambing pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasi beliau
sebagai Sang Hyang Tri Murti yaitu :
a.
Pinang (merah) lambang
pemujaan kepada Dewa Brahma.
b.
Sirih (hitam) lambang pemujaan kepada Dewa Wisnu
c.
Kapur lambang pemujaan kepada Dewa Iswara.
Mengapa Tuhan dipuja dalan tiga manifestasi (tri murti) oleh umat Hindu?
Karena tiga manifestasi inilah yang sangat terkait dengan kehidupan umat
manusia sehari-hari, manusia tidak mungkin menjangkau kemahakuasaan Tuhan yang
tiada terbatas itu. Manusia dalam kehidupan sehari-hari menuju kepada
peningkatan hidup yang semakin layak dan semakin baik karenanya membutuhkan
tiga hal pokok yang dalam ajaran Hindu disebut dengan Tri Kona yaitu :
Pertama : tercipta dan tumbuh sebagai sesuatu, baik fisik, material
maupun mental spiritual untuk menunjang kehidupannya mencapai kahidupan yang
semakin layak.
Kedua : segala sesuatau yang telah tecipta itu, dapat terpelihara
dengan baik juga untuk menjunag cita-cita hidup tadi.
Ketiga : manusia pun menuju cita-citanya mengharapkan dapat
mengatasi dan kalau mungkin mengtiadakan sesuatu yang menghambat atau
menghalangi hidupnya.
Ketiga ciri dari proses kehidupan itulah yang menyebabkan manusia menuju
Tuhan Yang Maha Esa dalam tiga fungsuinya. Umat Hindu memuja Tuhan dalam
manifestasinya sebagai Dewa Brahma yaitu fungsinya sebagai mencipta dengan
maksud memohon perlindungan dan karunia agar terbebas dari segala rintangan dan
halangan.
Demikian pula Umat Hindu memuja Tuhan dalan manifestasinya sebagai Dewa
wisnu yaitu fungsinya sebagai dewa pelindung dan pemelihara agar manusia selalu
mendapat tuntunan dan kekuatan iman untuk dapat memelihara segala sesuatau yang
patut dipelihara di dunia ini.
Tuhan dipuja debagai Dewa Iswara juga dimaksudkan agar manusia dalam
usahanya melenyapkan atau menghilangkan segala sesuata yang menghambat
cita-cita sucinya untuk meuju hidup yang bahagia lahir dan batin.
2.
Kwangen
Mungkin umat Hindu di Bali mengetahui bahwa kwangen digunakan untuk
memuja Ida Bhatara “Samo daya” yaitu Ida Sanghyang Widhi beserta
manifestasinya.
Dalam lontar indik tetandingan sebutkan bahwa kwangen itu adalah simbul
ong kara dimana mulut kawangen lambang arsa candra, wang bolong lambang windu
(kosong) dam sampian kawangen lambang nada (bintang), dalam upacara pitra
yadnya dipakai linggih Sang Hyang Atma yang sedang diupacarai begitu juga dalam
upacara Dewa Yadnya/ persembahyangan kawangen dijadikan tempat lingga Ida
SangHyang Widhi Wasa.
Namun disisi lain canang sari dan kawangen disalah fungsikan dimana yang
fungsinya yang begitu sakral digunakan sebagai sarana untuk menyambut tamu itu
sama saja menghancurkan simbul agama kita yang amat kita sucikan. Maka dari itu
mari kita sama-sama menjaga dan memelihara sarana dan prasarana upacara yang
mempunyai makna dan nilai yang amat sakral bagi umat Hindu.
Tags:
Tattwa,
Upacara
0 komentar: