Dalam konsep Hindu, tujuan manusia adalah untuk pencapaian jagadhita dan moksa. Jagadhita adalah
kebahagian yang tertinggi yang dapat dicapai oleh manusia dalam kehidupannya di
dunia ini dharma, artha dan kama. Bilamana kebahagiaan
dunia telah tercapai dengan dilandasi dengan dharma, maka tercapailah
kebahagiaan abadi yaitu penyatuan atman dengan Brahman.
Agama
Hindu memiliki tiga kerangka dasar, yaitu tattwa, susila dan upacara.
Secara sistematis ketiganya merupakan satu-kesatuan yang saling memberi
fungsi atas sistem agama secara
keseluruhan. Seluruh rangkaian upacara dalam agama Hindu pada didasari
oleh susila agama. Demikian pula susila didasari oleh tattwa agama,
sehingga upacara dalam agama Hindu tidak bisa lepas dari tattwa agama.
Apabila satu diantara dasar agama itu diabaikan, secara logis akan terjadi
ketidakseimbangan pada sistem agama itu. Oleh karena itu, penyeimbangan
terhadap ketiganya secara proporsional menurut kondisi ruang dan waktu di mana
sistem agama berkenbang menjadi amat penting (Triguna, 1994:73). Menurut Kuiper
(1996:37-39 dalam Sukarsa, 2004:42) bahwa ritual atau upacara agama mempunyai
pengertian sama dengan “yajna” . kata yajna berasal dari kata “yaj” (bahasa
Sansekerta) yang berarti korban, persembahan. Jadi yajna
berarti persembahan atau korban suci (Sura, 1991:72; Tim Penyusun, 1994:-; Sudiana, 2007 )
Berdasarkan
tinngkatannya yajna, yang dalam agama Hindu lebih dikenal dengan sebutan
upacara yajna dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu (1) tingkat upacara
besar (utama), (2) tingkat upacara sedang (madya) dan (3) tingkat
upacara kecil (nista). Masing-masing tingkat upacara tersebut dibedakan
lagi menjadi 3 (tiga) tingkatan sehingga upacara besar (utama) menjadi
upacara paling besar (utamaning utama), upacara besar sedang (madyaing
utama), upacara besar kecil (nistaning nista). Sedangkan dalam
tingkat sedang (madya) juga dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu upacara
sedang besar (madyaning utama),
upacara sedang sedang (madyaning madya) dan upacara sedang kecil (madyaning
nista). Demikian juga tingkat
upacara kecil (nista)juga dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu upacara kecil besar (nistaning
utama), upacara kecil sedang (nistaning madya) dan upacara paling
kecil (nistaning nista). Jadi tingkat upacara yajna yang dilakukan di
Bali dapat dibedakan menjadi 9 (sembilan) tingkatan dari yang paling besar (utamaning
utama) sampai yang terkecil (nistaning nista) dimana dalam Bhagawad
Gita, VII. 2 disebutkan bahwa:
Yo-yo
yam-yam tanum bhaktah
sraddhayarcitum
icchati,
tasya-tasya
calam sraddham
tam
eva vidadhamy aham
Artinya dalam bentuk apapun juga mereka yang
berbakti kepada-Ku (baktha) yang dengan kepercayaan yang bermaksud
menyembah Aku (sraddha) kepercayaan itu Aku tegakkan. Tiap-tiap
penyembahkan akan mengangkat jiwa berkembang kearah kemajuan apabila didasari
atas kebaktian yang sejati (Mantra, 1993:66).
Sloka diatas menjelaskan apapun
yang dipersembahkan berdasarkan pada keyakinan yang dilakukan dengan tulus
iklas, maka persembahan itu sudah tercapai sebagai wujud bakti kehadapan Ida
Sang Hyang Widhi Wasa dalam Bhagawad Gita, IV. 28 disebutkan bahwa:
Dravya-yajnas
tapo-yajna
yoga-yajnas
tathapare,
svadhyaya-jnana-yajnas
ca
yatayah
samsita-vratah
Artinya yang lainnya lagi
memberikan sebagai korban benda kekayaannya atau sifat tapanya atau latihan
kebatinannya, sedangkan yang lainya yang berpikir terkendalikan dan pemegang
sumpah yang keras memberi pelajaran dan ilmu pengetahuanya sebagai korban
(Mantra, 1993:38).
Sloka diatas menjelaskan
bahwa yajna harta (kekayaan) merupakan salah satu persembahan kehadapan Ida
Sang Hyang Widhi Wasa, di samping tapa, latihan kebatinan, pengendalian
pikiran, pengendalian diri dan yajna ilmu pengetahuan (jnana).
Persembahan harta (persembahan) bagi umat Hindu yang berupa persembahan sesajen
dalam upacara keagamaan di Bali sebagai bentuk repleksi dari ajaran
agama Hindu. Dalam Niti Sataka sloka 34 disebutkan tentang tiga fungsi
kekayaan yaitu:
Danam bhogo
nasastistro gatayo bhavanti vittasya
yo na dadati na bhunkte
tasya utiya gatirbhavati
Artinya ada tiga fungsi
kekayaan yaitu, disumbangkan, dimanfaatkan atau musnah. Seseorang yang tidak
menyumbangkan kekayaan atau dimanfaatkan untuk diri sendiri dan keluarga, kekayaan tersebut akan mencapai tujuan yang
ketiga yaitu musnah.
Dalam sloka tersebut
dijelaskan bahwa ada tiga pilihan untuk memanfaatkan kekayaan yaitu: (1)
kekayaan untuk disumbangkan kepada orang yang membutuhkan, (2) kekayaan
dimanfaatkan untuk keluarga dan sahabat dan (3) bila kekayaan tesebut
tidak didanapunyakan dan tidak
memanfaatkan kekayaan tersebut makla kekayaan tersebut akan musnah. Akan tetapi
cara yang terbaik adalah dengan menyumbangkan atau berdana punya
bagi yang membutuhkan.
Keharusan untuk memanfaatka
kekayaan untuk prsembahan (yajna) setiap hari untuk dapat lepas segala
dosa-dosa dengan memakan hasil dari sisa yajna ,diatur dalam Bhagawad Gita,
III.13 disebutkan bahwa:
Yajna- sistasinah santo
mueyante
sarva-kilbisaih,
bhunjate te tv aghain
papa
ye pacanty atma-
karanat
Artinya orang-orang yang
baik yang makan apa yang tersisa dari yajna, mereka itu terlepas dari dosa.
Akan tetapi yang jahat yang menyediakan makanan intuk kepentingan sendiri,
mereka itulah makan dosanya sendiri ( Mantra, 1993:23)
Sloka di atas menjelaskan
bahwa berupa persembahan makanan setiap hari perlu dilakukan, karena dengan
menghaturkan sesajen dari hasil jerih payah (kekayaan yang didapat) dan
memakan yajna yang telah dihaturkan adalah tindakan yang telah sesuai
dengan ajaran agama Hindu yang dapat terlepas dari dosa.
Dalam Bhagawad Gita,
III.14 disebutkan bahwa:
Annad bhavanti
bhutani
Parjanyad anna-
sambhavah,
Yajnad bhavati
parjayo
Yajnah karma-
samudbhavah
Artinya dari makanan
mahluk hidup menjelma, dan hujan lahirlah makanan, dan dari yajna
muncullah hujan dan yajna lahir dari pekerjaan.
Dari sloka di atas
menyatakan bahwa melakukn pekerjaan tanpa mengikatkan diri, yang dilakukan
dengan tulus iklas kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Yang dapat
memberikan kehidupan bagi semua mahkluk di dunia ini adalah yajna
melalui penerapan panca yajna, yaitu:
1.Dewa yajna
yaitu beryajna kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa
2. Rsi yajna yaitu
mengajar, membaca kitab suci sebagai yajna kepada Rsi
3. Pitra yajna
yaitu pemberian kepada leluhur
4. Manusa yajna
yaitu memberi pertolongan atau makan kepada orang-orang yang memerlukan bantuan
serta upacara dari lahir sampai mati.
5. Bhuta yajna
yaitu memelihara dan memberikan makanan kepada binatang dan umbuh-tumbuhan
(Mantra, 1993:23).
Hari raya Galungan adalah
salah satu bentuk dari pelaksanaan dewa yajna. Hari raya Galungan adalah
hari raya keagamaan yang berdasar pada wuku, yang datangnya setiap
210 hari atau enam bulan sekali dan jatuh pada hari Rebo/Budha Kliwon
Dungulan.
Kata Galungan berasal dari
kata “Galunggang” yang berarti tertancapnya sebuah panah. Kata panah
memiliki maksud “manah” atau hati
sanubari. Dengan demikian tertancapnya sebuah panah mengandung maksud
tercapainya titik tujuan akhir atau menuju kecemerlangan atau dharma
(Sudarsana, 2003:38).
Menurut Lontar Medang
Kemulan dalam Bangli (2004:1) disebutkan bahwa kata Galungan berasal dari
kata “Ga” dan “Lungan”. “Gal” yang berarti tunggal dan “Lungan”
berarti pergi yabg dalam bahasa Bali disebut melampah atau berperilaku. Ini
terkait dengan perginya Sri Aji Jayakesunu dari kerajaan untuk melakukan tapa
di tengah hutan dengan tidak dikawal
oleh satu orang pun.
Berdasarkan mitilogi
Galungan yang terdapat dalam lontar Usana Bali yang menceritakan bahwa perayaan Galungan adalah suatu
peringatan atas kemenangan Bhatara Indra bersama Bhatara Wisnu dalam
pertempurannya melawan KI Mayadenawa, dengan kemenangan dipihak Bhatara Indra
bersama Bhatara Wisnu. Untuk mengenang kematian Ki Mayadenawa akibat peperangan
tersebut ,maka pada hari itu diperingatilah dengna perayaan hari raya Galungan.
Dalam hal ini kata Galungan berasal dari urat kata “Gal” dan “Gal”
berasal dari kata penggal atau punggel (bahasa Bali). Kata “Lung” yang berarti patah atau pisah. Kata “Lungan”
(kata benda)yang berarti patahan-patahan. Kemudian hari ini populer disebut
denga hari raya Galungan yang hahekatnya bertujuan untuk memperingati kematian
Ki Mayadenawa di Tukad Yeh Petanu (sungai Yeh Petanu) di daerah pejeng
sekarang. Ki Mayadenawa bisa dibunuh setelah Bhatara Indra berhasil memenggal
dan Bhatara Wisnu berhasil memotong-motong tubuh Ki Mayadenawa. Kemenangan ini
diperngati dalam hari raya Galungan yang melambangkan hari kemenangan dharma
melawan adharma.
Tags:
Tattwa,
Upacara/Upakara
0 komentar: