Pada jaman dahulu penjor dipasang kalau ada upacara keagamaan,
sebagaimana diketahui ada berbagai macam-macam penjor antar lain penjor caru,
penjor biu kukung, penjor galungan dan sebagainya. Namun akhir-akhir ini setiap
upacara apa saja mulai dari pembukaan penataran, penyanbutan tamu, hari ulang
tahun kemerdekaan peresmian suatu kantor dan sebagainya tidak pernah
ketinggalan penjor itu selalau menjadi salah satu hiasan.
Dalam lontar Jayakasunu disebutkan
bahwa penjor itu melambangkan gunung agung, dan di dalam Weda basuki Atava bahwa gunung (giri) itu adalah Naga Raja yang
tidak ada lain adalah Naga Basuki (jadi gunung = Naga). Dalam mythologi dasar
gunung agung dikenal sebagai linggih Sang Hyang Naga Basuki, dari kata besuki
inilah timbul nama Besakih yang mulanya dari basukian lama-lama menjadi
Besakih. Dikatakan bahwa ekor naga itu berada dipuncak gunung dan dari ekor
inilah Sang Hyang Naga Basuki memberikan penghidupan kepada manusia dan kepala
naga ini katanya terletak dilautan. Dan di dalam Ananta Bhoga Stva dikatakan bahwa Sang Hyang Ananta Bhoga yang
tidak ada lain adalah lapisan kulit bumi kita ini, ananta bhoga, tempat
terdapatnya bhoga (sandang, pangan dan papan) yang tidak habis-habisnya.
Di dalam mythologi di masyarakat dikenal bahwa Badawangnala dililit oleh
naga dan dikatakan kalau Badawangnala ini sampai bergerak dan naga yang
melilitnya terlena maka terjadilah gempa. Lukisan seperti ini kita jumpai pada
dasar padmasana, di dalam Siwa Gama dikatakan
Sanghyang Tri Murti dalam usaha beliau membantu manusia agar tanah, air dan
udara ini memberi kesejahtraan maka Bhatara Brahma masuk kebumi menjadi Ananta
Bhoga, Bhatar Wisnu terjun keair menjadi Naga Basuki dan Bhatara Iswara terjun
keudara menjadi Naga Taksaka sebab itulah Naga Taksaka selalu dilukiskan
memakai sayap karena lambang udara, Naga Basuki dilukiskan ekornya dipuncak
gunung dan kepalanya di dasar laut adalah simbul bahwa gunung itu adalah waduk
penyimpanan air yang kemudian menjadi sungai dan bermuara kelaut.
Dan dalam penjor galunagn yang dihiasi sedemikian rupa adalah merupakan
gambar naga menurut Wayang Bali Sanggah
yang ditempatkan pada bambu penjor memakai pelapah kelapa adalah gambar leher
dan kepalanya naga (simbul taksaka), gembrong yang dibuat dari janur dan ambu
adlah menggambarkan rambutnya naga sampian dan porosannya adalah ekornya naga
(naga Basuki), dan hiasan penjor yang terdiri dari gantungan-gantungan padi,
ketela, jagung, kain dan sebagainya adalah seumpama bulunya naga, jadi kulit
bumi tempat tumbuhnya sandang dan pangan tidak ada lain adalah simbul sanghyang
ananta bhoga.
Jadi simbul penjor adalah sebagai ucapan terima kasih kepada Sang Hyang
Widhi yang telah mengutus Sang Hynag Tri Murti untuk menolong manusia dari
kelaparan dan bencana sehingga beliau menjelma menjadi tiga ekor naga yaitu
Ananta Bhoga, Basuki dan Taksaka.
Sehingga dalam Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir terhadap Aspek-aspek
Agama Hindu ditetapkan bahwa upacara dengan tanda-tanda lengkap sebagai di atas
tidak boleh digunakan secara sembarangan kecuali untuk upacara, sedangkan
pepenjoran (penjor-penjoran) hendaknya jangan memakai gantung-gantungan hasil
bumi, sanggah dan sampian penjor yang berisi porosan. Dan haendaknya penjor
upacara dapat digunakan sesuai dengan fungsinya.
Tags:
Tattwa,
Upacara/Upakara
0 komentar:
Have any question? Feel Free To Post Below: