Kalender Bali Online

Senin, 08 Oktober 2012

Kedudukan hari raya Galungan dalam agama Hindu

Diposting oleh Unknown at Senin, Oktober 08, 2012


Dalam konsep Hindu, tujuan manusia adalah  untuk pencapaian jagadhita  dan moksa. Jagadhita adalah kebahagian yang tertinggi yang dapat dicapai oleh manusia dalam kehidupannya di dunia ini dharma, artha dan kama. Bilamana kebahagiaan dunia telah tercapai dengan dilandasi dengan dharma, maka tercapailah kebahagiaan abadi yaitu penyatuan atman dengan Brahman.

            Agama Hindu memiliki tiga kerangka dasar, yaitu tattwa, susila dan upacara. Secara sistematis ketiganya merupakan satu-kesatuan yang saling memberi fungsi  atas sistem agama secara keseluruhan. Seluruh rangkaian upacara dalam agama Hindu pada didasari oleh susila agama. Demikian pula susila didasari oleh tattwa agama, sehingga upacara dalam agama Hindu tidak bisa lepas dari tattwa agama. Apabila satu diantara dasar agama itu diabaikan, secara logis akan terjadi ketidakseimbangan pada sistem agama itu. Oleh karena itu, penyeimbangan terhadap ketiganya secara proporsional menurut kondisi ruang dan waktu di mana sistem agama berkenbang menjadi amat penting (Triguna, 1994:73). Menurut Kuiper (1996:37-39 dalam Sukarsa, 2004:42) bahwa ritual atau upacara agama mempunyai pengertian sama dengan “yajna” . kata yajna berasal dari kata “yaj” (bahasa Sansekerta) yang berarti korban, persembahan. Jadi yajna berarti persembahan atau korban suci (Sura, 1991:72; Tim Penyusun, 1994:-; Sudiana, 2007  ) 
            Berdasarkan tinngkatannya yajna, yang dalam agama Hindu lebih dikenal dengan sebutan upacara yajna dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu (1) tingkat upacara besar (utama), (2) tingkat upacara sedang (madya) dan (3) tingkat upacara kecil (nista). Masing-masing tingkat upacara tersebut dibedakan lagi menjadi 3 (tiga) tingkatan sehingga upacara besar (utama) menjadi upacara paling besar (utamaning utama), upacara besar sedang (madyaing utama), upacara besar kecil (nistaning nista). Sedangkan dalam tingkat sedang (madya) juga dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu upacara sedang besar  (madyaning utama), upacara sedang sedang (madyaning madya) dan upacara sedang kecil (madyaning nista). Demikian juga tingkat  upacara kecil (nista)juga dibedakan menjadi  3 (tiga) yaitu upacara kecil besar (nistaning utama), upacara kecil sedang (nistaning madya) dan upacara paling kecil (nistaning nista). Jadi tingkat upacara yajna yang dilakukan di Bali dapat dibedakan menjadi 9 (sembilan) tingkatan dari yang paling besar (utamaning utama) sampai yang terkecil (nistaning nista) dimana dalam Bhagawad Gita,  VII. 2 disebutkan bahwa:
                                    Yo-yo yam-yam tanum bhaktah
                                    sraddhayarcitum icchati,
                                    tasya-tasya calam sraddham
                                    tam eva vidadhamy aham
                                               
Artinya dalam bentuk apapun juga mereka yang berbakti kepada-Ku (baktha) yang dengan kepercayaan yang bermaksud menyembah Aku (sraddha) kepercayaan itu Aku tegakkan. Tiap-tiap penyembahkan akan mengangkat jiwa berkembang kearah kemajuan apabila didasari atas kebaktian yang sejati (Mantra, 1993:66).
Sloka diatas menjelaskan apapun yang dipersembahkan berdasarkan pada keyakinan yang dilakukan dengan tulus iklas, maka persembahan itu sudah tercapai sebagai wujud bakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam Bhagawad Gita, IV. 28 disebutkan bahwa:
                        Dravya-yajnas tapo-yajna
                        yoga-yajnas tathapare,
                        svadhyaya-jnana-yajnas ca
                        yatayah samsita-vratah

Artinya yang lainnya lagi memberikan sebagai korban benda kekayaannya atau sifat tapanya atau latihan kebatinannya, sedangkan yang lainya yang berpikir terkendalikan dan pemegang sumpah yang keras memberi pelajaran dan ilmu pengetahuanya sebagai korban (Mantra, 1993:38).
Sloka diatas menjelaskan bahwa yajna harta (kekayaan) merupakan salah satu persembahan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, di samping tapa, latihan kebatinan, pengendalian pikiran, pengendalian diri dan yajna ilmu pengetahuan (jnana). Persembahan harta (persembahan) bagi umat Hindu yang berupa persembahan sesajen dalam upacara keagamaan di Bali sebagai bentuk repleksi dari ajaran agama Hindu. Dalam Niti Sataka sloka 34 disebutkan tentang tiga fungsi kekayaan yaitu:
                        Danam bhogo nasastistro gatayo bhavanti vittasya
                        yo na dadati na bhunkte tasya utiya gatirbhavati   

Artinya ada tiga fungsi kekayaan yaitu, disumbangkan, dimanfaatkan atau musnah. Seseorang yang tidak menyumbangkan kekayaan atau dimanfaatkan untuk diri sendiri dan keluarga,  kekayaan tersebut akan mencapai tujuan yang ketiga yaitu musnah.
Dalam sloka tersebut dijelaskan bahwa ada tiga pilihan untuk memanfaatkan kekayaan yaitu: (1) kekayaan untuk disumbangkan kepada orang yang membutuhkan, (2) kekayaan dimanfaatkan untuk keluarga dan sahabat dan (3) bila kekayaan tesebut tidak  didanapunyakan dan tidak memanfaatkan kekayaan tersebut makla kekayaan tersebut akan musnah. Akan tetapi cara yang terbaik adalah dengan menyumbangkan atau berdana punya bagi yang membutuhkan.
Keharusan untuk memanfaatka kekayaan untuk prsembahan (yajna) setiap hari untuk dapat lepas segala dosa-dosa dengan memakan hasil dari sisa yajna ,diatur dalam Bhagawad Gita, III.13 disebutkan bahwa:
Yajna- sistasinah santo
mueyante sarva-kilbisaih,
bhunjate te tv aghain papa
ye pacanty atma- karanat

Artinya orang-orang yang baik yang makan apa yang tersisa dari yajna, mereka itu terlepas dari dosa. Akan tetapi yang jahat yang menyediakan makanan intuk kepentingan sendiri, mereka itulah makan dosanya sendiri ( Mantra, 1993:23)
Sloka di atas menjelaskan bahwa berupa persembahan makanan setiap hari perlu dilakukan, karena dengan menghaturkan sesajen dari hasil jerih payah (kekayaan yang didapat) dan memakan yajna yang telah dihaturkan adalah tindakan yang telah sesuai dengan ajaran agama Hindu yang dapat terlepas dari dosa.  
Dalam Bhagawad Gita, III.14 disebutkan bahwa:
Annad bhavanti bhutani
Parjanyad anna- sambhavah,
Yajnad bhavati parjayo
Yajnah karma- samudbhavah

Artinya dari makanan mahluk hidup menjelma, dan hujan lahirlah makanan, dan dari yajna muncullah hujan dan yajna lahir dari pekerjaan.
Dari sloka di atas menyatakan bahwa melakukn pekerjaan tanpa mengikatkan diri, yang dilakukan dengan tulus iklas kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Yang dapat memberikan kehidupan bagi semua mahkluk di dunia ini adalah yajna melalui penerapan panca yajna, yaitu:
1.Dewa yajna yaitu beryajna kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa
2. Rsi yajna yaitu mengajar, membaca kitab suci sebagai yajna kepada Rsi
3. Pitra yajna yaitu pemberian kepada leluhur
4. Manusa yajna yaitu memberi pertolongan atau makan kepada orang-orang yang memerlukan bantuan serta upacara dari lahir sampai mati.
5. Bhuta yajna yaitu memelihara dan memberikan makanan kepada binatang dan umbuh-tumbuhan (Mantra, 1993:23).
Hari raya Galungan adalah salah satu bentuk dari pelaksanaan dewa yajna. Hari raya Galungan adalah hari raya keagamaan yang berdasar pada wuku, yang datangnya setiap 210 hari atau enam bulan sekali dan jatuh pada hari Rebo/Budha Kliwon Dungulan.
Kata Galungan berasal dari kata “Galunggang” yang berarti tertancapnya sebuah panah. Kata panah memiliki maksud “manah” atau  hati sanubari. Dengan demikian tertancapnya sebuah panah mengandung maksud tercapainya titik tujuan akhir atau menuju kecemerlangan atau dharma (Sudarsana, 2003:38).
Menurut Lontar Medang Kemulan dalam Bangli (2004:1) disebutkan bahwa kata Galungan berasal dari kata “Ga” dan “Lungan”. “Gal” yang berarti tunggal dan “Lungan” berarti pergi yabg dalam bahasa Bali disebut melampah atau berperilaku. Ini terkait dengan perginya Sri Aji Jayakesunu dari kerajaan untuk melakukan tapa di tengah hutan  dengan tidak dikawal oleh satu orang pun.
Berdasarkan mitilogi Galungan yang terdapat dalam lontar Usana Bali yang menceritakan  bahwa perayaan Galungan adalah suatu peringatan atas kemenangan Bhatara Indra bersama Bhatara Wisnu dalam pertempurannya melawan KI Mayadenawa, dengan kemenangan dipihak Bhatara Indra bersama Bhatara Wisnu. Untuk mengenang kematian Ki Mayadenawa akibat peperangan tersebut ,maka pada hari itu diperingatilah dengna perayaan hari raya Galungan. Dalam hal ini kata Galungan berasal dari urat kata “Gal” dan “Gal” berasal dari kata penggal atau punggel (bahasa Bali). Kata “Lung  yang berarti patah atau pisah. Kata “Lungan” (kata benda)yang berarti patahan-patahan. Kemudian hari ini populer disebut denga hari raya Galungan yang hahekatnya bertujuan untuk memperingati kematian Ki Mayadenawa di Tukad Yeh Petanu (sungai Yeh Petanu) di daerah pejeng sekarang. Ki Mayadenawa bisa dibunuh setelah Bhatara Indra berhasil memenggal dan Bhatara Wisnu berhasil memotong-motong tubuh Ki Mayadenawa. Kemenangan ini diperngati dalam hari raya Galungan yang melambangkan hari kemenangan dharma melawan adharma.

  • Share On Facebook
  • Digg This Post
  • Stumble This Post
  • Tweet This Post
  • Save Tis Post To Delicious
  • Float This Post
  • Share On Reddit
  • Bookmark On Technorati

YOUR ADSENSE CODE GOES HERE

0 komentar:

Have any question? Feel Free To Post Below:

Archive

 
© 2012 SOFTECHNOGEEK | Modifikasi dan Publikasi Kodokoala. All Rights Reserved.