a.
Pendiri
dan sumber ajarannya.
Ajaran
Yoga sangat populer dikalangan umat Hindu. Adapun pendiri ajaran ini adalah
Maharesi Patanjali.Bagi yang ingin mendalami ajaran kerohanian yoga merupakan
salah satu ajaran yang luar biasa dari Maharesi Patanjali kepada siapa saja
yang ingin melaksanakan hidup kerohanian. Bila kitab Weda merupakan pengetahuan
yang sifatnya teoritis, maka yoga merupakan ilmu yang sifatnya praktis dari
ajaran weda. Ajaran ini merupakan bantuan kepada mereka yang ingin meningkatkan
diri dibidang kerohanian.
Adapun sumber ajarannya adalah kitab Yogasutra karya
Maharesi Patanjali. Ajaran Yoga sebenarnya sudah terdapat dalam kitab Sruti
maupun Smerti, demikian pula pada Itihasa maupun Purana. Setelah buku Yogasutra
muncullah kitab-kitab Bhasya yang merupakan buku komentar terhadap karya
Patanjali diatas diantaranya Bhasyaniti oleh Bhojaraja dan yang lain-lainnya.
Komentar-komentar ini menguraikan ajaran Yoga karya Patanjali yang berbentuk
Sutra atau kalimat pendek dan padat.
Kata Yoga berasal dari urat kata Yuj yang artinya
berhubungan, berhubungan dimaksud adalah bertemunya roh individu (Atma/Purusa) dengan Roh universal yang tidak
berpribadi ( Mahapurusa/Paramatman).
Maharesi Patanjali mengertikan Yoga sebagai “Cittawrttinirodha”, yaitu
penghentian gerak pikiran.
Seluruh kitab Yogasutra Patanjali, terbagi atas 4 pada
(bagian) yang terdiri dari 194 sutra. Bagian pertama disebut Samadhipada,
isinya tentang ajaran Yoga, yakni sifat, tujuan dan bentuk ajaran Yoga.
Dijelaskan pula perubahan-perubahan pikiran dan cara pelaksanaan Yoga. Bagian
kedua disebut Sadhanapada, isinya tentang pelaksanaan Yoga seperti cara
mencapai Samadhi, tentang kedudukan, karmaphala dan sebagainya. Bagian ketiga
disebut Wibhutipada, isinya segi bathiniah ajaran Yoga, dan tentang kekuatan
gaib yang diperoleh dalam melaksanakan Yoga. Bagian keempat disebut
Kaiwalyapada, yang isinya melukiskan alam kelepasan dan kenyataan Roh yang
mengatasi alam duniawi.
Seringkali filsafat Yoga disebut bersama-sama dengan
filsafat Samkhya (Samkhyayoga), karena memang filsafat Yoga berhubungan erat
dengan Samkhya. Yang terpenting ialah pelaksanaan ajaran Yoga sebagai jalan
memperoleh “wiwekajnana”, yaitu pengetahuan untuk membedakan antara yang salah
dan benar sebagai kondisi untuk mencapai kelepasan. Kalau diperhatikan hampir
semua filsafat Hindu mengenal ajaran Yoga ini.
b.
Sifat
Ajarannya
Ajaran Yoga merupakan
praktek dari ajaran Samkhya dalam kehidupan nyata. Yoga menerima ajaran Tri
pramana dari Samkhya, juga menerima 25 Tattwas Samkhya, dengan menempatkan
Iswara (Tuhan Yang Maha Esa) sebgai sumber Purusa dan Prakrti) itu, walaupun
hakekat Purusa itu sama dengan Iswara.
Oleh karena itu menempatkan Iswara sebagai sumber kedua prinsip diatas, maka
filsafat Yoga disebut bersifat Theistic. Filsafat Yoga juga disebut Saiswara
Samkhya (Seswara Samkhya).
c.
Pokok
Ajaran Yoga
Ajaran
filsafat Yoga yang terpenting adalah Citta (pikiran-pikiran). Citta dipandang
sebagai hasil pertama dari Prakrti, yang juga meliputi Ahamkara dan Manas.
Didalam Citta ini Purusa dipantulkan. Dengan menerima pantulan Purusa, Citta
menjadi sadar dan berfungsi. Tiap Purusa berhubungan dengan satu Citta, yang
disebut Karana Citta. Karana Citta dapat menguncup atau meluas, tergantung
tubuh yang dihuninya, bila pada binatang (lebih kecil) dibandingkan Karana
Citta itu menempati tubuh manusia.Jika Karana Citta berhubungan dengan suatu
tubuh, maka ia disebut Karya Citta. Tujuan Yoga untuk mengembalikan Citta dalam
keadaannya semula, murni, tanpa perubahan sehingga dengan demikian Purusa
dibebaskan dari belenggu badan. Dalam kehidupan sehari-hari, Citta disamakan
dengan Wrtti, yaitu bentuk-bentuk perubahan Citta dalam penyesuaian diri dengan
obyek pengamatan. Melalui aktivitas Citta ini, Purusa tampak bertindak,
bergirang atau menderita.
Perubahan Citta dapat diklasifikasikan kedalam 5 macam
yaitu:
1). Pramana, Pengamatan
yang benar.
2). Wiparyaya,
pengamatan yang salah.
3). Wikalpa, pengamatan
hanya dalam kata-kata.
4). Nidra , tidur.
5). Smrti, ingatan.
Pengamatan yang benar
hanya melalui Tri Pramana. Aktivitas Citta menimbulkan kecendrungan yang
terpendam, yang selanjutnya menimbulkan kecendrungan yang lain. Demikianlah
Samsara berbutar, manusia ditaklukkan oleh Klesa, yang terdiri dari : Awidya (ketidak tahuan), Asmita (keakuan),
Raga (keterikatan), Dwesa (dendam) dan Abhinewesa (takut terhadap kematian).
Untuk dapat terlepasnya Purusa dari ikatan Prakrti,
seseorang harus dapat melepaskan Wrtti yaitu dengan melenyapkan Klesa, sebab
Klesa merupakan dasar terbentuknya Karma yang menimbulkan Awidya. Jadi dalam
hidup manusia terdapat satu rangkaian yang tiada putusnya, yaitu perputaran
Wrtti, Klesa. Lepasnya ikatan dapat tercapai melalui pengendalian diri (
Wairagya), sehingga dapat membedakan yang pribadi dan bukan pribadi.
Sebagai telah disebutkan didepan, Patanjali mengartikan
Yoga sebagai berhentinya kegoncangan pikiran. Ada 5 keadaan pikiran. Keadaan ini ditentukan
oleh intensitas Sattwam, Rajas dan Tamas Kelima keadaan pikiran itu, ialah :
1.
Ksipta,
artinya tidak mau berdiam. Dalam keadaan ini pikiran itu diombangambingkan oleh
Rajas dan Tamas dan ditarik-tarik oleh obyek indriya dan sarana-sarana untuk
mencapainya. Pikiran melom[pat-lompat dari satu obyek ke obyek yang lain tanp[a
mengaso pada satu obyek.
2.
Mudha,
artinya lamban dan malas. Ini disebabkan oleh pengaruh tamas yang menguasai
alam pikiran. Akibatnya seseorang yang alam pikirannya demikian menjadi bodoh,
senang tidur dan sebagainya.
3.
Wiksipta,
artinya bingung, kacau. Hal ini disebabkan oleh pengaruh Rajas. Karena pengaruh
ini pikiran mampu mewujudkan semua obyek dan mengarahkan pada kebajikan,
pengetahuan dan sebagainya. Ini merupakan tahap pemusatan pikiran pada suatu
obyek namun sifatnya sementara sebabakan disusul lagi oleh kekuatan pikiran.
4.
Ekagra,
artinya terpusat. Disini Citta terhapus dari cemarnya Rajas sehingga Sattwalah
yang kuasa atas pikiran. Ini merupakan awal pemusatan pikiran pada suatu obyek
yang memungkionkan ia mengetahui alamnya yang sejati sebagai persiapan unutuk
menghentikan perobahan-perpemikiran.
5.
Nirrudha,
artinya terkendali. Dalam tahap ini berhenti berhentilah semua kegiatan
pikiran, hanya ketenanmganlah yang ada. Ekagra dan nirruddha merupakan
persiapan dan bantuan untuk mencapai tujuan
akhir, yaitu kelepasan.Ekagra bila dapat berlangsung terus mnerus
disebut Samprajnata Samadhi atau meditasi yang dalam, yang padanya ada
perenungan kesaadaran akan suatu obyek tyang terang. Tingkatan Nirruddha juga
disebut Asamprajnata Samahi, karena semua perubahan dan kegoncangan pikiran
terhenti tiada satupun diketahui oleh pikiran lagi. Dalam keadaan dermikian
tidak ada riak-riak gelombang kecilk sekaligpun pada permukaan alam pikiran
atau Citta itu. Inilah yang dinamkan orang Samadhi Yoga (Nirwikalpa Samadhi).
Ada 4 macam Samprajnata
Samadhi (Yoga) menurut jenis obyek renuungannya. Keempat jenis itu, ialah :
-
Sawitarka,
ialah bila pikiran itu dipusatkan pada suatu obyek benda kasar, seperti arca
dewa atau dewi.
-
Sawicara,
ialah bila pikiran itu dipusatkan pada suatu obyek yang halus yang tidak nyata
seperti Tan Matra.
-
Sananda,
bila pikiran itu dipusatkan pada suatu obyek yang halus, seperti rasa indriyanya.
-
Sasmita,
ialah bila pikiran itu dipusatkan pada suatu asamita, yaitu zansir rasa aku
yang biasanya roh menyamakan dirinya dengan ini.
Dengan
tahap-tahap pemusatan pikiran seperti tersebut di atas, maka ia akan mengalami
bermacam-macam alam obyek dengan atau tanpa jasmani dan meninggalkannya satu
persatu, hingga akhirnya Citta meninggalkannya sama sekali dan dan orang
mencapai tingkat Asamprajnata Yoga (Sawikalpa Samadhi). Untuk Mencapai tingkat
ini seseorang harus melaksanakan praktek yoga dengan cermat dan patuh dalam
waktu yang lama melalui tahp-tahap yang disebut Astangga Yoga.
d.
Pelaksanaan
Ajaran Yoga
Untuk mencapai tujuan
Yoga, Yakni kelepasan (Moksa), maka Patanjali dalam bukunya Yogasutra
menjelaskan adanya beberapa langkah yang harus ditempuh, yang disebut
Astanggayoga, yang merupakan 8 jalan atau tahapan untuk mencapai tujuan
tersebut di atas, sebagi berikut :
1.
Yama,
yang terdiri dari :
-
Ahimsa
(tidak mmbunuh / menyakiti makhluk hidup).
-
Satya
(jujur dalam tri kaya).
-
Asteya
(tidak mencuri).
-
Brahmacarya
(mengendalikan nafsu sex).
-
Aparigraha
(tidak menerima pemvberian yang tidak penting dari orang lain).
Kata yama artinya
pengendalian diri.
2.
Niyama.
Kata niyama berarti pengendalian dtingkat lanjut, terdiri dari :
-
Sauca,
artinya suci lahir batin.
-
Santosa,
artinya puas dengan apa adanya.
-
Tapa,
tahan uji terhadap berbagai gangguan.
-
Swadyhaya,
tekun belajar keTuhanan.
-
Iswarapranidhanan,
memusatkan pikiran dan bhakti kepada Tuhan yang Mahaesa.
3. Asana. Asana artinya suikap-sikap tubuh
bermanfaat untuk meditasi, kesehatan tubuh dan ketenangan pikiran seperti
Padmasana, Bajrasana, Sawasana dan lain-lain.
4. Pranayama, artinya pengaturan nafas. Pranayama
terdiri dari pemasukan nafas (puraka), menahan nafas (khumbhaka) dan recaka
(mengeluarkan nafas). Pengaturan nafas berguna untuk memusatkan pikiran.
5. Pratyahara, artinya menarik indriya dari
wilayah sasarannya dan menempatkannya dibawah pengawasan pikiran. Hal ini
memerlukan latihan yang lama.
6. Dharana, memusatkan pikiran pada sasaran yang
diinginkan. Sassaran yang diingini itu boleh bagian-bagian tubuh sendiri seperti ; antara dahi, boleh
juga diluar tubuh seperti titik hitam, bulan atau bintang dan lain-lain.
7. Dhyana. Dhyana berarti aliran pikiran yang
tenang pada obyek tak tergoyahklan oleh gangguan sekelilingnya. Hal ini
menyebabkan orang memiliki gambaran yang jelas tentang bagian-bagian dan aspek
obyek renungan.
8. Samadhi. Inilah tahap yang terakhir dalam pelaksanan ajaran yoga.
Dalam Samadhi pikiran telah lebur menyatu dengan obyek dan tidak ada kesadaran
akan tubuhnya sendiri. Dalam Dhyana antara gerak pikiran dengan obyek renungan
masih terpisah, namun dalam semadhi sudah tidak ada.
Pelaksanaan
Yama dan Niyama merupkan peresiapan etis, Asana, Pranayama dan Pratyahara
merupakan persiapan badani. Kelimanya tersebut merupakan pertolongan yang tidak
langsung atau dari luar, yang disebut Bahiranga, sedang samadhi merupakan
pemusatan. Ketiganya ini merupakan pertolongan dari dalam atau langsung yang
disebut Antaranga.
Tuhan Yang Maha Esa dalam Samkhya adalah obyek dari Bakti
yang patut disembah dalam praktik Yoga. Tuhan Maha Suci akan dapat ditemui
melalui kesucian lahir dan batin. Tuhan
(Iwara) dikenal dengan Wijakasara Om, atau Pranawa.
Artikel by : Drs. I Wayan Lipur, M.Si
Tags:
Etika,
Tattwa,
Upacara
Artikel by : Drs. I Wayan Lipur, M.Si
0 komentar:
Have any question? Feel Free To Post Below: