Masyarakat Hindu di Bali
adalah masyarakat yang penuh dengan tata krama. Sebab yang menjadi indikator
dari masyarakat beradab, adalah prilakunya. Sebagaimana halnya diungkapkan
dalam Kakawin Nitisastra, Sargah I, Sloka 6, yang artinya sebagai berikut:
Jika engkau ingin mengetahui dalamnya
air telaga,
Cabutlah batang tunjung sebagai
penduga.
Kebangsawanan seseorang nampak pada
tingkah laku, tabiat
Serta gerak – geriknya.
Tanda Pendeta adalah kesabaran,
keikhlasan, kehalusan dan
Ketenangan budhinya.
Tanda orang yang sempurna ilmunya,
bahasanya bagai air kehidupan
Dapat membikin tenang dan girang orang
yang mendengarnya.
Kalau kita simak dari sloka
diatas, sudah barang tentu Etika, sangat penting dalam hidup bermasyarakat,
bahkan yang menjadi opini dalam masyarakat, bahwa, kemampuan orang bukan
dilihat dari kesanggupannya melafalkan ayat- ayat Weda, tetapi sejauh mana
prilakunya dapat dikatakan baik oleh masyarakat.
Oleh sebab itu ada tiga indikator
yang menjadi ukuran masyarakat, yaitu:
·
Sosio
Theologis, hubungan antara manusia dengan Tuhan, sifatnya sangat pribadi dan
individual, dan semua manusia sama kedudukannya dihadapan Hyang Widi.
·
Sosio
Sosiologis, hubungan antara manusia yang satu dengan manusia lainnya dalam
komonitas masyarakat. Masyarakat adalah penentu dan menjadi wasit dalam mencari
pembenaran. Masyarakat yang mengatakan itu benar dan itu salah.
·
Sosio
Kultural, gabungan kedua unsur diatas, dengan imflementasinya menyerap kearifan
budaya lokal, sesuai dengan tradisi setempat, yang memunculkan sikap religius
dalam habitat masyarakat.
Terhadap hal
itu sesuai dengan salah satu ajaran
Agama Hindu yang disebut dengan Tiga
kerangka Agama Hindu.Tiga Kerangka Agama Hindu, yaitu, Tattwa Susila dan
Upakara, semua unsur itu memiliki nilai Etikanya. Sehingga Etika mendominasi dalam setiap
aktifitas manusia dalam masyarakat.
Begitu
juga halnya Etika dalam Upacara, seperti Etika Upacara Saraswati. Nilai Etika
yang kita gali, bukan semata- mata tatakrama dalam upacara tersebut, tetapi
mencoba mencari makna melalui penyelidikan dengan mempergunakan akal budhi
tentang baik dan buruk prilaku yang ditimbulkan dalam Upacara Saraswati. Saraswati
yang dirayakan setiap 210 hari, yaitu setiap Saniscara ( Sabtu ) Umanis
Watugunung. Diyakini sebagai hari Pemujaan terhadap Dewi Saraswati sebagai
Dewanya Ilmu Pengetahuan. Pelaksanaan
Upacara Saraswati, diharapkan dapat memahami Ilmu Pengetahuan untuk
kepentingan orang banyak sebagai wujud dharma bhakti sesama manusia, dan bukan
kepentingan diri sendiri yang diboncengi oleh sifat keakuan.
UPACARA SARASWATI.
1.
Bentuk Upacara Saraswati menurut lontar Tutur
Saraswati, adalah Banten Saraswati, daksina, peras, penyeneng, sesayut, ajuman
dan woh- wohan, dan berkembang sesuai dengan tradisi setempat.
Dihaturkan
pada Lapan atau sebuah pelinggih. Pada Pelinggih itu ditempatkan sebuah keropak
lontar, atau buku, usahakan yang beraksara Bali.
Hal ini disebabkan oleh karena Dewi Saraswati tidak memiliki Stana, sebagai
mana halnya Dewa lainnya memiliki Pura
tempat pemujaan. Tetapi Dewi Saraswati berstana pada Aksara.
2.
Fungsi dan makna Upacara Saraswati, menurut
Lontar Tutur Saraswati, adalah untuk memohon kehadapan Dewi Saraswati sebagai Dewanya Ilmu Pengetahuan, agar dapat
memberikan pencerahan pengetahuan bagi seluruh umat manusia berupa ilmu
pengetahuan sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan duniawi serta membebaskan
diri dari belenggu penderitaan.
3.
Dikabupaten Karangasem ada tradisi dikalangan
masyarakat luas, bahwa pada Hari Suci Saraswati ini dimanfaatkan untuk
melaksanakan Brata Saraswati, diiringi dengan Upacara Pawintenan Saraswati,
yang maknanya pembersihan jasmani dan rokhani sebelum memepelajari ilmu
pangetahuan, agar tidak terjadi penyalahgunaan terhadap ilmu pengetahuan
tersebut.
4.
Keesokan harinya diadakan Upacara Banyu
Pinaruh, yang maknanya memohon kebijaksanaan Dewi Saraswati, melalui mohon
tirta panglukatan di Sumber mata air, campuhan, dan lautan. Sarana air yang
dimanfaatkan karena air sebagai media yang mampu menyerap prana ( energi
positif ).
ETIKA
DALAM UPACARA SARASWATI.
Dalam
penterapan etika Hindu umat agar dapat memilih sistem mana yang akan dipakai,
serta prinsif yang akan ditegakkan, dan aturan atau dasar etika mana yang akan
dipergunakan dalam melaksanakan Upacara Saraswati.
1.
Sistem Etika yang diterapkan pada Upacara
Saraswati.
Sistem
Etika yang diterapkan oleh umat Hindu dalam rangka merayakan Hari Suci
Saraswati, pada umumnya adalah :
·
Deontologikal, absolut atau mutlak sesuai
dengan ajaran sastra. Sastra mengajarkan bahwa pada saat Hari Piodalan Sang
Hyang Aji Saraswati, umat diharapkan untuk :
a.
Mengadakan persembahyangan pada pagi hari.
b.
Tidak melakukan kegiatan yang berhubungan
dengan aksara, karena Sang Hyang Aji Saraswati, yang berstana pada aksara
sedang dihaturi piodalan.
c.
Keesokan harinya dilaksaanakan Upacara Banyu
Pinaruh, yang maknanya memohon kebijaksanaan kehadapan Sang Hyang Aji Saraswati.
Etikanya semakin tinggi pengetahuannya biasanya semakin bijaksana orang itu.
·
Teleologikal, pelaksanaannya disesuaikan dengan
tradisi setempat hal ini dapat disaksikan dalam masyarakat di Kabupaten
Krangasem, setiap Hari Suci Saraswati, masyarakat umum melaksanakan Brata
Saraswati, bentuk pelaksanaannya tidak akan makan dan minum sebelum selesai
prosesi pelaksanaan Upacara Piodalan Sang Hyang Aji Saraswati, yang didahului
dengan makan lungsuran banten Saraswati yang berbentuk aksara, dengan tujuan
aksara itu akan merasuk didalam tubuh sebagai kekuatan taksu tempat
bersemayamnya ilmu pengetahuan.
·
Bagi yang berkeinginan mempelajari aksara yang
bersifatl sakral, didahului dengan Upacara Pewintenan Aksara, sebagai wujud
etika, agar nantinya setelah ilmu itu didapat mampu mengendalikan diri sebagai
simbolisasi Upacara Pawintenan Aksara yang bertujuan pembersihan jasmani dan
rokhani.
2.
Prinsip Etika yang diterapkan pada Upacara
Saraswati
Ada
beberapa prinsip Etika yang dapat dipergunakan dalam Upacara Saraswati, diantaranya:
a. Etika religi Hindu.
·
Tatacara pelaksanaannya sesuai dengan sastra
agama, misalnya upacara persembahyangan dilaksanakan pada pagi hari dengan
perangkat upakara sebagai mana mestinya.
b. Etika sosial Hindu.
·
Terjadinya komunikasi antar peserta
persembahyangan, umumnya para pelajar, sehingga membuka wawasannya terhadap
orang lain dan caranya bersahabat dalam komunitas Hindu.
·
Saling mengenal antar pelajar, karena merasa
mempunyai tujuan yang sama akan meminimalisasi munculnya bentrokan fisik antar
pelajar.
c..Etika Budaya Hindu.
·
Akan tampak kesemarakan berpakaian adat
sembahyang, sebagai wujud Bhakti kehadapan Tuhan, yang nantinya dapat membentuk
jiwa yang bernuansa budaya Bali.
·
Memberikan sentuhan budaya dalam prilakunya,
bahwa diantara mereka adalah satu kesatuan
budaya yang berbeda keberadaannya dalam individu.
d.
Etika Pendidikan Hindu,
·
Etika mendidik yang dapat kita petik dalan
Upacara Saraswati, diantaranya, membiasakan diri bersembahyang dalam rangka
menciptakan keseimbangan antara jasmani dan rokhani.
·
Mengajarkan hidup disiplin minimal kepada
dirinya sendiri, sebelum berbuat disiplin kepada orang lain, melalui belajar
melihat kepentingan orang lain pada saat bersembahyang agar terbiasa kita
berinvestasi sosial kepada orang lain.
e.Etika
Ekonomi Hindu.
·
Etika ekonomi Hindu yang dapat kita lakukan
pada saat Upacara Saraswati, ialah dengan belajar membuat upakara yang
sederhana, berarti telah terjadi pengeluaran keuangan.
·
Bagi orang yang tidak sempat membuat upakara, masih
memberikan kesempatan kepada orang lain untuk menjual jasanya dengan jalan
membuatkan banten.
f. Etika Politik Hindu.
·
Etika Politik Hindu yang dapat kita saksikan
dalam Upacara Saraswati, ialah bagaimana peserta persembahyangan dapat menghormati
fungsi dan wewenang para petugas upacara antara lain, Pemangku, Sarati Banten,
maupun Pengenter Persembahyangan, untuk kita tunduk dengan aturan yang ada.
·
Bagi para Pemangku, Sarati Banten dan Pengenter
Persembahyangan dapat melaksanakan tugas secara bersahaja memfungsikan dirinya
sehingga masing – masing orang dapat menghormati hak dan kewajibannya.
3.
Pelaksanaan Etika Pada Upacara Saraswati.
Pelaksanaan
upacara Saraswati hendaknya mengacu kepada :
- Kebebasan, dalam hal memutuskan bentuk dan jalannya upacara Saraswati.
- Kebenaran, dalam hal memberikan penafsiran terhadap bentuk, dan runtutan jalannya Upacara Saraswati.
- Pelaksanaan Upacara tidak merusak atau merugikan masyarakat luas dan umat Hindu.
- Menguntungkan umat, artinya pilihan terhadap pelaksanaan Upacara Saraswati tidak merugikan umat dan masyarakat, baik secara ekonomi, sosial, moral maupun spiritual.
- Keadilan, artinya setiap umat mempunyai kesempatan dan pelayanan yang sama dalam melaksanakan Upacara Saraswati.
4.
Peraturan Etika.
Pelaksanaan Upacara Saraswati
berpedoman kepada Sloka Bhagawad Gita,
Bab VII, sloka 16, disana dijelaskan sebagai berikut:
Ada
ajaran yang disebut Catur Vida Bhajante, yaitu ada empat tujuan orang melakukan
persembahyangan, yaitu:
1. Arto, artinya orang melaksanakan
upacara persembahyangan disaat sedang menderita.
2.
Arthati, artinya orang melakukan upacara
persembahyang denghan tujuan untuk mendapat kedudukan dan kekayaan.
3.
Jnani, orang melaksanakan upacara
persembahyangan dengan tujuan mendapat kepinteran.
4.
Sukrtino, artinya orang melaksanakan upacara
persembahyangan memang merupakan keinginan. Sebab bersembahyang merupakan
kewajiban bagi dirinya.
Kemudian
hal ini dipertegas lagi dalam Bab VII, sloka 17, sebagai berikut:
Diantara
mereka, yang berilmu selalu memusatkan pikiran
dan
berbhakti kepada Yang Satu, adalah mulia.
Sebab itu dialah
yang Aku sangat kasihi dan dia kasih kepada Aku.
KENYATAAN DALAM PELAKSANAAN UPACARA SARASWATI.
Dalam
pelaksanaan Upacara Saraswati, dibeberapa tempat di Bali
masih ada yang belum sesuai dengan Etika Hindu, terutama dalam hal :
1.
Etika umat dalam hal pembuatan bentuk dan
fungsi sarana upakara.
2.
Etika yang terkait dengan tempat
mempersembahkan sarana upakara.
3.
Etika pada waktu bersembahyang.
4.
Etika awal dan akhir persembahyangan tidak
saling mendahului.
5.
Etika kebersihan agar tidak meninggalkan sampah
utamanya pelastik diareal tempat persembahyangan ( Pura ).
Simpulan.
1.
Etika Hindu adalah pedoman yang harus diikuti
oleh umat Hindu dalam melaksanakan upacara Saraswati
2.
Sistem etika yang diterapkan dalam pelaksanaan
upacara Saraswati, disesuaikan dengan tradisi setempat, dengan berusaha mengacu
kepada kebenaran sastra.
3.
Prinsip etika yang diterapkan dalam pelaksanaan
Upacara Saraswati tidak memberatkan umat, mudah untuk dibuat dan murah dengan
harapan tetap mengacu kepada kebenaran sastra agama.
4.
Dasar pertimbangan pelaksanaan Upacara
Saraswati, berdasarka etika yang terdapat dalam :
·
Lontar Tutur Saraswati.
·
Lontar Brata Saraswati.
·
Kitab Silakrama.
·
Bhagawad Gita.
·
Sarasamuscaya.
·
Dresta.( kebenaran tradisi )
·
Acara, ( kebenaran yang sudah diwarisi )
·
Atmanastusti.( kebenaran yang sudah disepakati
oleh pemuka agama).
5.
Pada umumnya pelaksanaan Upacara Saraswati
sudah semakin mantap sesuai dengan Etika Agama Hindu. Hal ini tampak dari
semakin semaraknya dan secara menyeluruh Pelaksanaan Upacara Saraswati
dilakukan diseluruh sekolah di Bali sampai munculnya Pesantian dan Dharmatula sebagai wujud kebangkitan
terhadap ajaran Agama Hindu. Tetapi sangat perlu diberikan Dharmawacana untuk
bisa memperjelas pemahamannya terhadap ajaran Agama, utamanya makna Saraswati.
Ditinjau
dari segi, makna upacara Saraswati, fungsi upakaranya, serta nilai etika yang
terdapat dalam pelaksanaan Upacara Saraswati.
Artikel by : Ida Made Pidada Manuaba, S.Ag, M.Si
Tags:
Etika,
Tattwa,
Upacara
0 komentar: