Kalender Bali Online

Selasa, 09 Oktober 2012

Gender dalam perspektif Agama Hindu

Diposting oleh Unknown at Selasa, Oktober 09, 2012


Dalam hubungan Sosiologis masyarakat Hindu di Bali, sampai sekarang ini masih menempatkan kaum perempuan sebagai makhluk kelas dua setelah laki-laki. Semua itu disebabkan oleh kultur orang Bali (agama Hindu) dalam kontek social didominasi oleh garis kebapakan (patrilineal) yang dalam agama Hindu lebih kenal dengan sebutan Purusa. Laki-laki dalam fungsi sebagai purusa bertanggung jawab terhadap leluhur dan keluarganya untuk melaksanakan upacara keagamaan sehingga berhak atas waris yang oleh yang menurunkannya baik berupa sekala maupun niskala (sekala berupa materi dan niskala berupa karma wasana).

Walaupun demikian pendominasian peran laki-laki dalam kehidupan dan kultur agama Hindu di Bali, apabila ditinjau dari segi fungsi purusa, juga dapat diperankan oleh kaum perempuan apabila dia bersetatus sentana rajeg. Dalam kehidupan keluarga masyarakat Hindu di Bali perempuan juga memegang peran yang sangat penting dalam menjaga nama baik keluarga artinya harum atau jelaknya nama baik keluarga sangat ditentukan oleh anak perempuan.
Dari semua fenomena social tersebut dalam Siwatattwa jelas memberikan kesepadanan dan keseteraan dalam konsep Ardhanareswari yaitu simbul Hyang Widhi dalam Eka Twa Aneka Twa dalam wujud purusa-pradana. Purusa dipersonifikasikan sebagai Dewa Siwa, dan pradana Dewi Uma. Dalam proses penciptaan Siwa memerankan fungsi maskulin dan Uma Feminim dan jelas dipastikan tidak akan ada penciptaan bila kedua unsur tersebut tidak memberikan kekuatan hidup.
Konsep Ardhanareswari menempatkan kedudukan perempuan setara dan saling melengkapi antara laiki-laki dengan perempuan yang merupaka unsur kekuatan dari purusa dan pradana. Oleh sebab itu dalam berbagai sloka dapat dijumpai beberapa aspek yang menguatkan kedudukan perempuan dari laki-laki.
Berbeda pula kalau dikaji dari segi perspektif sosiologis dan cultural perempuan ternyata ditempatkan secara proporsional artinya dari tatanan agama Hindu kedudukan perempuan setara dan bahkan bisa melebihi peran laki-laki, hal ini lagi dibuktikan lagi dari aspek personifikasi Hyang Widhi yaitu hal yang terdekat dengan kehidupan manusia diwujudkan dalam bentuk perempuan (dewi) misalnya yang tersekat dengan penguasa makanan disebut dengan Dewi Sri, sebagai penguasa ilmu pengetahuan disebut dengan Dewi Saraswati penguasa kematian disebut dengan Dewi Durga dan penguasa kekayaan disebut dengan Dewi Ayu Mas Meketel atau Ratu Mas Melanting.

Tetapi dalam tingkat sosiologis dan antropologis ia senantiasa dibedakan dengan bahasa sederhana biasanya itu hanya semata-mata desebabkan oleh aspek setruktur dan kultur misalnya :
Ketika ia berperan sebagai ibu banyak hal yang harus diperankan dan dikerjakan diantaranya sebagai berikut :
1.      Sebagai Dharma Samppati mampu mengamalkan ajaran dharma berawal dari keluarganya berupa sila, nyadnya, tapa, berata dan semadhi.
2.      Sebagai Artha, memiliki kemampuan dalam mneingkatkan kesejahtraan keluarganya bekerja berdasarkan dharma untuk membantu pendapatan suami.
3.      Sebagai Kama, mampu saling memberi dan menerima kasih sayang, saling cinta mencintai, saling memberi perhatian dan pengakuan dalam keluarga.
4.      Sebagi Praja, mampu melahirkan dan memelihara keturunan untuk membawa kearah putra menadi suputra.
Begitu pula ketika ia mempersembahkan hidupnya menjadi istri dari suaminya ia disebut Sadewi dengan perannya sebagai berikut :
  1. Sebagai Dewi mampu membersihkan kecemerlangan keluarga dengan jalan mempelajari ilmu pengetahuan dan kesucian agar menjadi istri ayng mulia.
  2. Sebagai Sri, mampu memberikan penghasilan tambahan bagi keluarga, dan dapat mengatur perencanaan pengeluaran keluarga sesuai dengan kebutuhan.
  3. Sebagai Laksmi, selalu memancarkan cinta kasih kepada semua makhluk, menghormati martabat suami dan melaksanakan berata sebagai istri yang mulia.
Dan ketika dia mendapat kesempatan sebagai ibu atau istri dari seorang suami atau melahirkan dan memelihara keturunan ia juga diberikan peran yang utama sebagai Brahmawandini yaitu seorang perempuan yang mempersembahkan hidupnya dalam ilmu pengetahuan dan kesucian, pahalanya berimbang dengan perempuan yang dapat melahirkan putra suputra dimana wanita dihormati disana para dewi-dewi akan merasa senang tetapi dimana mereka tidak dihormati disana tidak akan ada upacara suci yang berpahala (Manawadharma sastra, III, 56).
Raja yang selalu mengadakan perjalanan suci akan dipuji dan dihormati, para pendeta yang melakukan perjalanan suci juga akan dipuji dan dihormati, yogi yang mengembara juga dihormati. Tetapi jika perempuan berjalan-jalan sendirian akan menemui kehancuran (Canakya nitisastra, VI,04).
Kedua sloka tesebut menunjukkan betapa penting kedudukan perempuan sehingga dikatakan sebagai yoni yaitu sebagai simbul kesuburan dan kearifan disamping sebabai sumber ketenangan dan ketentraman keluarga.
Selanjutnya dalam Canakya nitisastra juga menjelaskan perempuan memiliki empat kelebihan yang tidak dimiliki laki-laki (untuk dipahami dalam konteks positif) yaitu: perempuan disbanding laki-laki dua kali lebih kuat nafsu makannya, empat laki lebih malu, enam kali lebih berani dan hendaknya diingat nafsu kelaminnya delapan kali lebih kuat, (Canakya nitisastra,1.17).
Artikel by : Ida Made Pidada Manuaba, S.Ag, M.Si

  • Share On Facebook
  • Digg This Post
  • Stumble This Post
  • Tweet This Post
  • Save Tis Post To Delicious
  • Float This Post
  • Share On Reddit
  • Bookmark On Technorati

YOUR ADSENSE CODE GOES HERE

0 komentar:

Have any question? Feel Free To Post Below:

Archive

 
© 2012 SOFTECHNOGEEK | Modifikasi dan Publikasi Kodokoala. All Rights Reserved.