Kalender Bali Online

Rabu, 03 Oktober 2012

MAKNA BUNGA DALAM PERSEMBAHYANGAN

Diposting oleh Unknown at Rabu, Oktober 03, 2012


Bunga hampir disemua bangsa didunia menempatkan pada posisi kesucian, sehingga bunga dapat mewakili ungkapan perasaan seseorang. Demikian juga halnya dengan kehidupan sosial masyarakat Hindu, bunga menempati posisi yang sangat terhormat, sehingga menjadi sarana persembahyangan sebagai mana diungkapkan dalam Kitab Suci Bhagawadgita Bab IX, Sloka 26, sebagai berikut :


yo me bhaktya prayaccahati
tad aham bhaktyaupritam
asnami prahyatatmanah “

artinya

siapa saja yang sujud kepadaku
dengan persembahan sehelai daun, sekuntum bunga,
sebiji buah buahan, seteguk air, Aku menerima sebagai
bhakti persembahan dari orang yang berhati suci.

            Dari pernyataan tersebut diatas, bunga merupakan wujud benda yang disuguhkan sebagai cara untuk menunjukkkan perasaan yang dapat memberikan rasa kepuasan dalam menyampaikan setusan hati dan rasa bhakti kehadapan Hyang Widhi Wasa dengan jalan   yadnya yang diwujudkan dalam Upakara.
Tentang kenapa bunga menjadi sarana utama ? Ada beberapa pemikiran yang dapat disimak sebagai berikut :

1.      Bunga bermakna Religius, sebagai penebar bau harum, dapat meredam rasa emosional, penyerap energi positif, dan membawa pikiran kedalam koridor kesucian. Dengan demikian setelah kita sembahyang dengan mempersembahkan bunga, kita hendaknya senantiasa menebarkan keharuman, dalam artian dapat berperilaku yang memberikan keharuman kepada orang lain, agar menjadi orang yang ternama. Karena memberikan pelayanan dan penghormatan kepada orang lain adalah bagian dari penghormatan kepada Hyang Widhi, maka segala perilakunya adalah persembahan kepada Nya, maka akan membentuk manusia yang religius, artinya apa yang ia lakukan bukan hanya untuk kepentingan dirinya dan orang lain, tapi semua itu dapat dipertanggungjawabkan kepada Hyang Widhi yang natinya dinikmati dalam Karmawasana.

2.      Bunga sebagai awal akan terjadinya buah. Sebab tidak akan pernah ada buah tanpa diawali dengan bunga. Karena bunga adalah lambang kesucian, sehingga apapun yang kita lakukan harus berlandaskan kesucian, agar apa yang kita dapati dalam bentuk buah atau pahala juga dengan kesucian. Apabila kesucian menjadi payung dalam pikirannya maka  apapun yang kita lakukan akan selalu menebarkan kesucian, sebagaimana diungkapkan dalam Lontar Yadnya Prawertti,…” sekare pinaka katulusan pikatunan suci ..”
Dari penjelasan tersebut diatas, mengenai unsur pokok dalam persembahyangan kemudian berkembang menjadi berbagai bentuk sesajen. Dan yang menjadi landasan utama dalam persembahan adalah hati yang suci yang didasari dengan rasa cintakasih, walaupun dalam bentuk yang masih sederhana. Demikian pula sebaliknya persembahan yang berbentuk mewah dan besar yang didasari dengan rasa  Ego tidak akan mempunyai arti kesucian bila upakara yang besar dan mewah tanpa jiwa yadnya ( ketulusan ) dan spirit yadnya ( hakekat ).
Tetapi bagi umat yang mampu, dapat saja bahkan baik sekali membuat upakara yang besar asalkan didasarkan pada kesucian dan cintakasih serta dilandasi oleh pengetahuan yang melandasi upakara tersebut. Dasar inilah yang dikembangkan oleh Para Rsi dan ahli agama dan para seniman agama untuk mewujudkan berbagai tattwa agama kedalam bentuk upakara yang penuh arti dan makna, seperti canang.
Kata Canang berasal dari Bahasa Jawa Kuno, yang berarti “ sirih “ yaitu persembahan yang diberikan kepada tamu terhormat pada jaman dahulu. Hal ini termuat dalam kekawin Nitisastra  Sargah V /4

 masepi tikang waktra tan amucang wang
            masepi tikang wisma tan hana putra
            masepi tikang desa tan hana mukhya
            sepitikang tryi apupul ing anartha

Artinya

terasa sepi mulut itu bila tidak mengunyah sirih
            terasa sepi rumah itu bila tiada anak
            terasa sepi desa / wilayah itu bila tidak ada pemimpinnya
         ketiga sepi tersebut dijadikan satu, terhadap orang yang tidak punya uang.

            Tradisi jaman dahulu sirih adalah lambang penghormatan, setelah berkembang agama Hindu di Bali, sirih itu menjadi unsure yang sangat penting dalam dalam upacara keagamaan dan adat istiadat. Lambat laun pengertian Canang bergeser dari sirih menjadi Banten Canang. Karena inti dari banten canag itu adalah sirih. Bagaimanapun indahnya canang tanpa ada sirih / porosan, maka canang tersebut belum bernilai keagamaan

  • Share On Facebook
  • Digg This Post
  • Stumble This Post
  • Tweet This Post
  • Save Tis Post To Delicious
  • Float This Post
  • Share On Reddit
  • Bookmark On Technorati

YOUR ADSENSE CODE GOES HERE

0 komentar:

Have any question? Feel Free To Post Below:

Archive

 
© 2012 SOFTECHNOGEEK | Modifikasi dan Publikasi Kodokoala. All Rights Reserved.