Yadnya
menurut ajaran agama Hindu, merupakan satu bentuk kewajiban yang harus
dilakukan oleh umat manusia di dalam kehidupannya sehari-hari. Sebab Tuhan
menciptakan manusia beserta makhluk hidup lainnya berdasarkan atas yadnya, maka
hendaklah manusia memelihara dan mengembangkan dirinya, juga atas dasar yadnya
sebagai jalan untuk memperbaiki dan mengabdikan diri kepada Sang Pencipta yakni
Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa).
Sahayajñáh prajah
strishtva
puro vácha prajápatih
anena prasavishya dhvam
esha va stv ishta
kámadhuk (Bh. G. III.10)
Dahulu kala Hyang Widhi (Prajapati),
menciptakan manusia dengan jalan yadnya, dan bersabda: "dengan ini
(yadnya) engkau akan berkembang dan mendapatkan kebahagiaan (kamadhuk) sesuai
dengan keinginanmu".
Deván bhávayatá nena
te
devá bhávayantuvah
parasparambhávayantah
sreyah param avápsyatha. (Bh. G. III.11)
Dengan ini (yadnya), kami berbakti kepada Hyang Widhi dan dengan ini pula Hyang Widhi memelihara dan mengasihi kamu, jadi dengan saling memelihara satu sama lain, kamu akan mencapai kebaikan yang maha tinggi. Tanpa penciptaan melalui yadnya-Nya Hyang Widhi maka alam semesta berserta segala isinya ini, termasuk pula manusia tidak mungkin ada. Hyang Widhilah yang pertama kali beryadnya menciptakan dunia dengan segala isinya ini dengan segala cinta kasih-Nya. Karena inilah pelaksanaan yadnya di dalam kehidupan ini sangat penting artinya dan merupakan suatu kewajiban bagi umat manusia di dunia. Karena itu pula kita dituntut untuk mengerti, memahami dan melaksanakan yadnya tersebut di dalam realitas hidup sehari-hari sebagai salah satu amalan ajaran agama yang diwahyukan oleh Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa).
2. Pengertian Yadnya.
Kalau ditinjau secara dari ethimologinya,
kata yadnya berasal dari bahasa sansekerta, yaitu dari kata "yaj"
yang artinya memuja atau memberi penghormatan atau menjadikan suci. Kata itu
juga diartikan mempersembahkan; bertindak sebagai perantara. Dari urat kata ini
timbul kata yaja (kata-kata dalam pemujaan), yajata (layak memperoleh
penghormatan), yajus (sakral, retus, agama) dan yajna (pemujaan, doa
persembahan) yang kesemuanya ini memiliki arti sama dengan Brahma. Yadnya
(yajna), dapat juga diartikan korban suci, yaitu korban yang didasarkan atas
pengabdian dan cinta kasih. Pelaksanaan yadnya bagi umat Hindu adalah satu
contoh perbuatan Hyang Widhi yang telah menciptalan alam semesta dengan segala
isinya dengan yadnya-Nya. Yadnya adalah cara yang dilakukan untuk menghubungkan
diri antara manusia dengan Hyang Widhi beserta semua manifestasinya untuk
memperoleh kesucian jiwa dan persatuan Atman dengan Paramatman. Yadnya juga
merupakan kebaktian, penghormatan dan pengabdian atas dasar kesadaran dan cinta
kasih yang keluar dari hati sanubari yang suci dan tulus iklas sebagai
pengabdian yang sejati kepada Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa).
Dengan demikian jelaslah bahwa
yadnya mempunyai arti sebagai suatu perbuatan suci yang didasarkan atas cinta
kasih, pengabdian yang tulus iklas dengan tanpa pamerih. Kita beryadnya, karena
kita sadar bahwa Hyang Widhi menciptakan alam ini dengan segala isinya termasuk
manusia dengan yadnyanya pula. Penciptaan Hyang Widhi ini didasarkan atas
korban suci-Nya, cinta dan kasih-Nya sehingga alam semesta dengan segala isinya
ini termasuk manusia dan mahluk-mahluk hidup lainnya menjadi ada, dapat hidup
dan berkembang dengan baik. Hyang Widhilah yang mengatur peredaran alam semesta
berserta segala isinya dengan hukum kodrat-Nya, serta perilaku kehidupan mahluk
dengan menciptakan zat-zat hidup yang berguna bagi mahluk hidup tersebut
sehingga teratur dan harmonis. jadi untuk dapat hidup yang harmonis dan
berkembang dengan baik, maka manusia hendaknya melaksanakan yadnya, baik kepada
Hyang Widhi beserta semua manifestasi-Nya, maupun kepada sesama makhluk hidup.
Semua yadnya yang dilakukan ini akan membawa manfaat yang amat besar bagi
kelangsungan hidup makhluk di dunia.
Agnim ile purohitam yajnasya devam rtvijam,
hotaram ratna
dhatanam (R.V.I.1.1)
Hamba menuja Agni, pendeta agung upacara yadnya, yang suci, penganugrah, yang menyampaikan persembahan (kepada para Dewa), dan pemilik kekayaan yang melimpah.
Ishtân bhogaân hi vo devâ
dâsyante yahjna
bhâvitâh
tair dattân
apradâyai byo
yo bhunkte stena
eva sah. (Bh. G.III.12)
Sebab dengan yadnyamu (pujaanmu) Hyang Widhi (dewata) akan memberkahi kebahagiaan bagimy, dia yang tidak membalas rakhmat ini kepada-Nya, sesungguhnya adalah pencuri.
Yâjna sishtâsinah santo
muchyante sarva
kilbishaih
bhunjate te ty
agham pâpâ
ye paehamty atma
karanat. (Bh. G.III.13)
Yang baik makan setelah upacara bakti
akan terlepas dari segala dosa, tetapi menyediakan makanan lezat hanya bagi diri
sendiri, mereka ini, sesungguhnya makan dosa.
Sesorang hendaknya menyadari , bahwa sesuatu yang dimakan, dipakai maupun yang digunakan dalam hidup ini pada hakikatnya adalah karunia Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Kuasa). Berdosalah ia yang hanya suka menerima namun tidak mau memberi. Setiap orang ingin terlepas dari segala dosa, maka itu setiap orang patut beryadnya. Dengan yadnya, Hyang Widhi akan memberkahi kebahagiaan dan kesempurnaan hidup. Dia yang tidak beryadnya, yang tidak membalas rahmat yang ia terima sebagaimana yadnya dan anugrah yang diberikan oleh Hyang Widhi, sesungguhnya ia itu adalah pencuri.
Jadi dengan memperhatikan beberapa sloka di atas, maka jelaslah bahwa yadnya adalah suatu amal ibadah agama yang hukumnya adalah wajib atau setidak-tidaknya dianjurkan untuk dilaksanakan oleh umat manusia yang iman terhadap Hyang Widhi. Seseorang hendaknya mengabdikan diri kepada-Nya dengan penuh kesujudan dan rasa bakti dengan mengadakan pemujaan dan persembahan yang dilakukan secara tulus iklas.
Patram pushpam phalam toyam
yo me bhaktya
prayachchati
tad aham
bhaaktypahritam
asnami
prayatatmanah. (Bh. G.IX.26)
Siapa yang sujud kepada-Ku dengan persembahan setangkai daun, sekuntum bunga, sebiji buah-buahan atau seteguk air, Aku terima sebagai bakti persembahan dari orang yang berhati suci.
Biasanya pemujaan dan persembahan itu dapat dilakukan dalam bentuk upacara yadnya, yaitu persembahan berupa banten atau sajen-sajen, yang terdiri dari bahan-bahan seperti bunga, daun-daun, air dan buah-buahan. Semuanya ini adalah persembahan yang bersifat simbolik. Yang terutama adalah hati suci, pikiran terpusatkan dan jiwa dalam keseimbangan tertuju kepada Hyang Widhi.
Ye yatha mam prapadyante
tams tathai va
bhajamy aham
mama vartma
nurvartante
manushyah partha
sarvatah (Bh. G. IV.11)
Jalan manapun ditempuh manusia ke arah-Ku semuanya Ku terima dari mana-mana semua mereka menuju jalan-Ku oh Parta.
Hyang Widhi akan menemui setiap orang yang mengharapkan karunia daripada-Nya. Hyang Widhi tidak menghapus harapan setiap orang yang melaksanakan yadnya menurut cara dan kepercayaannya masing-masing. Disini tidak harus satu cara atau jalan tertentu untuk mencapai hubungan dengan Hyang Widhi, sebab semuanya menuju kepada-Nya.
Didalam pelaksanaan upacara yadnya, hal-hal yang patut diperhatikan adalah Desa, kala, Patra. Desa adalah menyesuaikan diri dengan bahan-bahan yang tersedia ditempat yang bersangkutan, di tempat mana upakara yadnya itu dibuat dan dilaksanakan, karena biasanya antara tempat yang satu dengan tempat yang yang lainnya mempunyai cara-cara yang berbeda. Kala adalah penyesuaian terhadap waktu untuk beryadnya, atau kesempatan di dalam pembuatan dan pelasksanaan yadnya tersebut. Sedangkan Patra adalah keadaan yang harus menjadi perhitungan di dalam melakukan yadnya. Orang tidak dapat dipaksa untuk membuat yadnya besar atau yang kecil. Yang penting disini adalah upakara dan upacara yang dibuat tidak mengurangi tujuan yadnya itu dan berdasarkan atas bakti kepada Hyang Widhi, karena di dalam bakti inilah letak nilai-nilai dari pada yadnya tersebut.
Artikel by : I Made Kartiada, S.Ag Tags: Tattwa, Upacara/Upakara
0 komentar:
Have any question? Feel Free To Post Below: